BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jumlah Ismiyah
1.
Pengertian Jumlah Ismiyah
Jumlah
Ismiyah adalah jumlah (kalimat) yang diawali
dengan isim (kata benda). Jumlah
ismiyah juga dapat diartikan sebagai susunan kalimat yang terdiri dari mubtada’
dan khabar. Mubtada’ adalah subyek pada jumlah ismiyah dan terletak diawal jumlah. Sifat dari mubtada' adalah harus berupa isim ma'rifat. Khobar
adalah isim yang berfungsi untuk
melengkapi mubtada’ agar menjadi kalimat yang sempurna. Dengan kata lain, mubtada’ adalah subyek, sedangkan khabar adalah predikat (keterangan).
melengkapi mubtada’ agar menjadi kalimat yang sempurna. Dengan kata lain, mubtada’ adalah subyek, sedangkan khabar adalah predikat (keterangan).
Mubtada’ dan Khobar harus sama dalam hal bilangan dan
jenisnya. Apabila mubtada’nya isim mudzakar (laki-laki), khobarnya harus isim
mudzakar. Begitu pula apabila mubtada’ berupa isim mufrod (kata tunggal), khobarnya
juga harus isim mufrod.
Contoh : مُحَمَّد
رَسُوْلٌ
= Muhammad adalah Rasul.
زَيْدٌُ أُسْتاَذٌُ = Zaid adalah seorang guru.
زَيْدٌُ بَيْتُهُ كَبِيْرٌُ = Zaid rumahnya besar.
اَلقَلَمُ جَدِيدٌ = Pulpen itu baru
Keterangan : Kata yang
berwarna merah adalah mubtada’ sedangkan yang berwarna hitam adalah khobar.
·
Mubtada’
Mubtada’ adalah subyek pada jumlah
ismiyah dan terletak diawal jumlah
(kalimat). Sifat dari mubtada’ yaitu harus isim
ma’rifat. Isim ma’rifat adalah isim (kata benda) yang menunjukkan makna khusus atau
sudah jelas kekhususannya. Adapun yang termasuk isim ma’rifat adalah
sebagai berikut :
1) Isim yang diawali dengan alif lam.
Isim nakiroh apabila ditambah alif lam akan berubah menjadi isim ma’rifat.
Contoh : اَلْمِصْبَاحُ = lampu itu
اَلْمَسْجِدُ = masjid itu
2) Isim Dhomir (Kata Ganti)
Dhamir atau "kata ganti" ialah isim yang berfungsi untuk
menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu/seseorang maupun sekelompok
benda/orang.
Contoh :هُوَ = dia (laki-laki)
أَنْتَ = kamu (laki-laki)
أَنَا = saya
3)
Isim Isyaroh
(Kata Tunjuk)
Isim isyaroh adalah
isim yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu. Dalam bahasa Indonesia biasa
diartikan dengan “ini” dan “itu”.
Contoh : هَذَا = ini (muzakkar) هَذِهِ =
(ini, untuk muannast)
ذَالِكَ = itu (muzakkar) تِلْكَ = (itu, untuk muannast)
4) Isim ‘Alam ( Nama orang atau benda)
Isim ‘alam adalah isim yang menunjukkan arti nama, baik nama manusia
ataupun selain manusia.
Contoh : مُحَمَّدٌ =
Muhammad
مَكَّةَ = Kota Makkah
النِّيْلُ = Sungai Nil
5)
Isim nakiroh yang disandarkan pada isim ma’rifat yang lain
Isim nakiroh akan menjadi ma’rifat apabila bersambung dengan isim ma’rifat.
contoh : قَلَمُهُ = pulpennya
كِتَابُ
مُحَمَّدٍ = buku muhammad
Kata قَلَمٌُ adalah isim nakiroh, tetapi
menjadi ma’rifat karena dirangkai dengan dengan isim ma’rifat yaitu مُحَمَّدٍِ
6)
Isim
Maushul
Isim maushul adalah isim yang berfungsi
untuk menerangkan, sebagai perantara kata yang disebutkan sesudahnya. Dalam
bahasa indonsia biasa diartikan dengan “yang”.
Contoh : الَّذِي
(yang,untuk mudzakar), الَّتِي (yang, untuk muannast).
·
Khabar
Khabar adalah predikat pada jumlah ismiyah dan
berfungsi untuk menerangkan keadaan mubtada' serta bisa berupa kata ataupun
kalimat ( sebagai anak kalimat).
Contoh : الْأُسْتَاذُ مَرِيْضٌ = Ustadz itu sakit
الْوَلَدُ
نَشِيْطٌ = Anak itu
rajin
·
Kaidah-kaidah dalam Jumlah Ismiyah
Dalam Jumlah ismiyah terdapat kaidah-kaidah yang pembahasannya sangat panjang dan mendetail.
Kaidah-kaidah tersebut adalah :
a. Dibaca
rofa’
Tanda Rofa’ pada isim adalah
dhommah, wawu, alif, dan nun
Contoh: البَيْتُ
صَغِيْرٌ = rumah itu kecil
المُسْلِمُوْنَ
مَهِيْرُوْنَ = orang-orang muslim itu pintar
الطَالِبَانِ
عَاِلمَانِ=dua
murid itu pintar
b. Mubtada’ harus berupa Isim Ma’rifat.
Yang di maksud Isim
Ma’rifat adalah Isim yang sudah jelas maknanya.
c. Khobar berupa isim nakiroh.
Isim nakiroh adalah isim yang
maknanya tidak jelas atau masih umum. Tanda isim nakiroh adalah adanya tanwin.
Contoh: البِلَاطَ نَظِيْفٌ = lantai itu bersih
d. Mubtada’ dan khobar harus
bersesuaian dalam hal muannas dan muzakar serta mufrod,
musanna dan jama’nya.
Contoh : فَاطِمَةُ جَمِيْلَةٌ = Fatimah cantik
زَيْدٌ
جَمِيْلٌ = Zaid tampan
التلميذان ماهران = dua murid itu pintar
B. Jumlah
Fi’liyah
1.
Pengertian Jumlah Fi’liyah
Jumlah
fi’liyah (kalimat verbal) adalah jumlah (kalimat) yang diawali dengan fi’il
(kata kerja). Jumlah ismiyah juga dapat diartikan sebagai susunan kalimat yang terdiri
dari fi’il (kata kerja) dan fa’il (pelaku).
Fi’il adalah kata yang menunjukkan arti pekerjaan atau
peristiwa yang terjadi pada suatu masa atau waktu tertentu (lampau, sekarang
dan yang akan datang). Fa’il (subjek) adalah isim yang
terletak setelah fi’il dan berfungsi sebagai pelaku kata kerja tersebut.
Apabila fa’il berbentuk muannas, maka fi’il juga harus muannas.
Begitu juga apabila berbentuk musanna (ganda) ataupun jamak (banyak),
maka fi’il harus tetap mufrod (tunggal).
Metode struktur paling
sederhana untuk jumlah fi’liyah adalah :
Fi’il [ kata kerja ] +
fa’il [ pelaku ] atau
Fi’il [ kata kerja ] +
fa’il [pelaku ] + maf’ul bih [ obyek ]
Maf’ul bih adalah isim yang dikenai pekerjaan (objek).
Sebuah kalimat yang berpredikat kata kerja transitif harus dilengkapi dengan
objek atau maf’ul bih. Obyek tidak harus ada dalam jumlah fi’liyah, karena ada
fi’il yang menuntut obyek dan ada yang tidak menuntut obyek.
Contoh : جَلَسَ عَلِيٌّ = Ali telah duduk جَاءَتْ
إِمْرَأَةٌ = seorang perempuan telah datang
قَالَتْ
عَائِشَةُ = Aisyah telah berkata يَكْتُبُ
الدَّرْسَ= dia sedang menulis pelajaran
يَكْتُبُ التَّلاَمِيْذُ
الدَّرْسَ = murid-murid menulis pelajaran
2. Kaidah
Fi’il dan Fa’il dalam Jumlah Fi’liyah
Kaidah-kaidahnya terdiri
dari fi’il dan fa’il yang terkadang membutuhkan maf’ul yang disebut sebagai
fi’il muta’addi dan terkadang pula tidak membutuhkan yang disebut sebagai fi’il
laazim karena maf’ul bukanlah syarat mutlak terbentuknya jumlah fi’liyah. Juga
terdiri dari fi’il dan naibul fa’il, fi’ilnya dinamakan sebagai fi’il majhul.
Berikut adalah beberapa ketentuan mengenai fi’il dan fa’il :
·
Fa’il wajib berkedudukan setelah fi’il, contoh : قام رجل
·
Fi’il wajib Ifrod meskipun fa’ilnya
:
Tasniyah : م رجلا ن قا
Jama’ :م رجا ل قا
·
Fi’il wajib dimu’anaskan jika fa’ilnya Mu’annas
hakiki.
Contoh ذهبت فا طمة إلى السوق :
C. Tabel
Contoh Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah
1. Jumlah
Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah dengan menggunakan madhi
No
|
Jumlah Ismiyyah
|
Jumlah Fi’liyyah
|
Arti
|
1.
|
اَلْمُدَرِّسُ دَرَّسَ
التَّلاَمِيْذَ
|
دَرَّسَ الْمُدَرِّسُ
التَّلاَمِيْذَ
|
Seorang guru mengajar murid-murid
|
2
|
اَلْمُدَرِّسَانِ
دَرَّسَا التَّلاَمِيْذَ
|
دَرَّسَ الْمُدَرِّسَانِ
التَّلاَمِيْذَ
|
Dua orang guru mengajar murid-murid
|
3
|
اَلْمُدَرِّسُونَ
دَرَّسُوا التَّلاَمِيْذَ
|
دَرَّسَ الْمُدَرِّسُونَ
التَّلاَمِيْذَ
|
Beberapa orang guru mengajar murid- murid
|
4
|
اَلْمُدَرِّسةُ دَرَّسَتْ
التَّلاَمِيْذَ
|
دَرَّسَت
اَلْمُدَرِّسَةًُ التَّلاَمِيْذَ
|
Seorang guru (pr) mengajar murid-murid
|
5
|
اَلْمُدَرِّسَتَانِ
دَرَّسَتَا التَّلاَمِيْذَ
|
دَرَّسَت
الْمُدَرِّسَتَانِ التَّلاَمِيْذَ
|
Dua orang guru(pr) mengajar murid-murid
|
6
|
اَلْمُدَرِّسَاتُ
دَرَّسْنَ التَّلاَمِيْذَ
|
دَرَّسَت الْمُدَرِّسَاتُ
التَّلاَمِيْذَ
|
Beberapa orang guru(pr) mengajar murid- murid
|
2.
Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah dengan menggunakan
Mudhori’
No
|
Jumlah Ismiyyah
|
Jumlah Fi’liyyah
|
Arti
|
1.
|
اَلْمُدَرِّسُ يُدَرِّسُ
التَّلاَمِيْذَ
|
يُدَرِّسُ الْمُدَرِّسُ
التَّلاَمِيْذَ
|
Seorang guru mengajar murid-murid
|
2
|
اَلْمُدَرِّسَانِ
يُدَرِّسَانِ التَّلاَمِيْذَ
|
يُدرِّسُ الْمُدَرِّسَانِ
التَّلاَمِيْذَ
|
Dua orang guru mengajar murid-murid
|
3
|
اَلْمُدَرِّسُونَ
يُدَرِّسُونَ التَّلاَمِيْذَ
|
يُدَرِّسُ
الْمُدَرِّسُونَ التَّلاَمِيْذَ
|
Beberapa orang guru mengajar murid- murid
|
4
|
اَلْمُدَرِّسةُ تُدَرِّسُ
التَّلاَمِيْذَ
|
تُدَرِّسُ
الْمُدَرِّسَةًُ التَّلاَمِيْذَ
|
Seorang guru (pr) mengajar murid-murid
|
5
|
اَلْمُدَرِّسَتَانِ
تُدَرِّسانِ التَّلاَمِيْذَ
|
تُدَرِّس
الْمُدَرِّسَتَانِ التَّلاَمِيْذَ
|
Dua orang guru(pr) mengajar murid-murid
|
6
|
اَلْمُدَرِّسَاتُ يُدَرِّسْنَ
التَّلاَمِيْذَ
|
تُدَرِّسُ
الْمُدَرِّسَاتُ التَّلاَمِيْذَ
|
Beberapa orang guru(pr) mengajar murid- murid
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Jumlah Ismiyah adalah jumlah (kalimat) yang diawali dengan isim (kata benda). Jumlah ismiyah juga dapat diartikan sebagai
susunan kalimat yang terdiri dari mubtada’ dan khabar.
2.
Mubtada’ adalah subyek pada jumlah ismiyah dan terletak
diawal jumlah. Sifat dari
mubtada' adalah harus berupa isim ma'rifat
3.
Khobar adalah isim
yang berfungsi untuk melengkapi mubtada’
agar menjadi kalimat yang sempurna.
4. Mubtada’
dan Khobar harus sama dalam hal bilangan dan jenisnya. Apabila mubtada’nya isim
mudzakar (laki-laki), khobarnya harus isim mudzakar. Begitu pula apabila mubtada’
berupa isim mufrod (kata tunggal), khobarnya juga harus isim mufrod.
5. Sifat dari mubtada’ yaitu
harus isim ma’rifat, adapun yang termasuk isim ma’rifat adalah
sebagai berikut : Isim yang diawali
dengan alif lam, Isim Dhomir (Kata Ganti), Isim Isyaroh (Kata Tunjuk), Isim ‘Alam ( Nama orang
atau benda), Isim nakiroh yang disandarkan pada isim ma’rifat
yang lain, Isim
Maushul.
6. Jumlah fi’liyah (kalimat verbal)
adalah jumlah (kalimat) yang diawali dengan fi’il (kata kerja). Jumlah ismiyah juga dapat diartikan
sebagai susunan kalimat yang terdiri dari fi’il (kata kerja) dan fa’il
(pelaku).
7. Kaidah-kaidahnya
terdiri dari fi’il dan fa’il, berikut adalah beberapa ketentuan mengenai fi’il
dan fa’il : Fa’il wajib berkedudukan setelah fi’il, Fi’il wajib Ifrod meskipun
fa’ilnya, Fi’il wajib dimu’anaskan jika fa’ilnya Mu’annas hakiki.
B.
Saran
Setelah mempelajari teori tentang
Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah, diharapkan kepada para
pembaca agar mengetahui secara teoritis tentang Jumlah Ismiyah dan Jumlah
Fi’liyyah, dan mampu menerapkan dikalangan masyarakat, atau
dimanapun kita berada.
Disarankan pula kepada para
pembaca agar terus menerus mempelajari ilmu-ilmu dalam menggunakan bahasa arab,
karena Umar bin Khattab Radhiyallohu
‘Anhu pernah berkata: “Belajarlah bahasa Arab, karena sesungguhnya bahasa Arab
itu adalah bagian dari agama kalian”. Selain itu, Imam
Syafi’i pernah berkata : “Wajib bagi setiap muslim mempelajari bahasa Arab
dengan mengerahkan kemampuannya, hingga ia dapat bersyahadat dengannya, dapat
membaca al-Qur’an dengannya, dapat mengucapkan dzikir-dzikir yang diwajibkan
baginya (dalam shalat) berupa takbir, tasbih, tasyahud dan lain-lainnya.”
(Ar-Risalah 48-50, Ithaful Ilfi hal. 15)
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar