Laman

Pages

Soal UAS Audit Perbankan Syariah

Nama : Zakiyuddin Aslamsyah (11523040)
Kelas : PBS/5/B

1. Sebutkan jelaskan pihak-pihak yang dapat melakukan audit syariah atau audit terhadap lembaga keuangan syariah?
Jawab :
DPS (Dewan Pengawas Syariah) dan Internal Auditor
DPS merupakan pihak yang memainkan peran kunci dalam keseluruhan audit dan kerangka tata kelola perusahaan dalam LKS (Kasim & Sanusi, 2013; Karim, 1990). DPS berperan untuk merumuskan kebijakan dan pedoman yang harus diikuti oleh manajemen dalam kegiatan mereka, termasuk persetujuan atas produk yang dikeluarkan dan juga melakukan shariah review, yang merupakan pemeriksaan untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh LKS tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam menjalankan peran sebagai shariah review DPS dibantu oleh auditor internal sebagai pelaksana harian.
Menurut Yacoob (2012), internal auditor dapat menjalankan fungsi auditor syariah bila memiliki pengetahuan dan keahlian syariah yang memadai. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan sistem pengendalian intern yang baik dan efektif yang mengikuti syariah secara ketat.

Auditor Eksternal
Auditor eksternal memiliki peran yang unik dalam audit syariah, bukan hanya berperan dalam melakukan audit keuangan tetapi juga melakukan shariah compliance test untuk memastikan kepatuhan shariah dari perusahaan atau LKS. Proses audit tersebut dilakukan secara terstruktur, dimulai dengan perencanaan audit dan diakhir dengan pemberian opini oleh auditor terkait laporan keuangan yang disiapkan telah sesuai fatwa, AAOIFI serta standar dan praktik akuntansi yang berlaku dalam negeri yang bersangkutan.

2. Jelaskan perbedaan antara audit konvensional dan audit terhadap lembaga keuangan syariah?
Jawab :
Perbedaan mendasar bagi audit konvensional dan audit syariah adalah dimana auditing syariah adalah tools yang secara prinsip, sama dengan auditing konvensional , tetapi auditing syariah selain mengacu pada standar audit internasional juga mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Dalam auditing syariah kita mengenal istilah internal sharia review, sharia supervisory board, audit committee dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk memastikan agar operasional entitas syariah sesuai dengan standar yang berlaku termasuk standar «syariah» dan  DPS memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa operasional entitas syariah tersebut sharia compliance.

Dan dimana audit syariah harus berlandaskan  Al-Qur’an dan Hadis yang mana dalam audit syariah menerpkan bahwa harta adalah titipan Allah yang mana harus mengawasi suatu entitas syariah itu apakah sesuai dengan  standar lapora keuangan pada umumnya dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Sedangkan audit konvensional pelaporan keuangan mengacu pada hukum Anglo-Amerika dan tidak didasari oleh hukum agama seorang auditor konvensional tidak bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan. Dan seorang auditor konvensional juga tidak memiliki wewenang mempertanyakan apakah dana yang dipinjamkan kepada nasabah di pergunakan dan dimanfaatkannya.  Dan seorang auditor konvensional juga tidak memiliki kewajiban untuk mengomentari investasi atau transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan tersebut yang akan menyebabkan dampak menipisnya sumber daya atau menghasilkan eksternalitas sosial ekonomi. Dengan kata lain peran auditor tidak mencakup pemeriksaan praktek manajemen dan dampaknya terhadap masyarakat.

Maka dari hal tersebut membuktikan bahwa tidak cukup kebutuhan hanya berpacu pada lembaga keuangan syariah, maka dari itu kebutuhan untuk memiliki standar akuntansi dan audit dari badan usaha syariah-compliant (AAOFI, 2010) maka dari itu jelaslah sudah perbedaan auditor syariah dengan auditor konvensional baik secara fundamental maupun konseptualnya, khan (1985) berpendapat bahwa ruang lingkup auditor syariah jauh lebih besar dibandingkan dengan auditor konvensional.

AAOFI menguraikan bahwa tujuan audit syariah adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan suatu lembaga keuangan syariah melaksanakan tanggung jawab mereka yang berkaitan dengan pelaksanaan aturan syariah dan prinsip-prinsip syariah.

3. Kepuasaan auditee menjadi begitu penting oleh karena itu sebagai auditor kita harus mampu menjaga kepuasaan auditee. Sebutkan serta jelaskan hal-hal apa saja yang dapat mengurangi kepuasaan auditee terhadap hasil kerja auditor?
Jawab :

a. Kompetensi
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor PER- 211/K/JF/2010 tentang Standar Kompetensi Auditor menyatakan bahwa, kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Government Internal Audit Profession (2007) menyatakan bahwa kompetensi adalah gabungan dari perilaku, keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan secara efektif. Standar Audit Intern Pemerintah Seksi 2120 paragraf 24 menyatakan bahwa Auditor wajib memiliki pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik. Oleh karena itu, APIP selaku auditor internal Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa mengerahkan seluruh kompetensi yang dimiliki agar audit yang dilakukan sesuai dengan Standar Audit Intern
Pemerintah. Penelitian yang dilakukan Sukriah (2009) pada seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja pada Inspektorat sepulau Lombok sebagai populasi penelitian, menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian Sukriah (2009) mendukung penelitian yang dilakukan oleh Efendy, (2010); Ayuningtyas dan Pamudji, (2012); dan Badjuri, (2012); Perdany dan Suranta, (2013) Musdar, (2014); dan Wirasuasti dkk., (2014) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Hasil tersebut dapat dipahami bahwa untuk meningkatkan kualitas audit, seorang auditor sangat bergantung pada tingkat kompetensinya. Jika auditor memiliki kompetensi yang baik maka auditor akan dengan mudah melakukan tugas tugas auditnya dan sebaliknya jika rendah maka dalam melaksanakan tugasnya, auditor akan mendapatkan kesulitan-kesulitan sehingga kualitas audit yang dihasilkan akan rendah pula.

b. Pengalaman Kerja 
Auditor yang berpengalaman akan memiliki keunggulan dalam hal: 
1) mendeteksi kesalahan
2) memahami kesalahan secara akurat
3) mencari penyebab kesalahan. 
Maka jika auditee mempersepsikan bahwa auditor berpengalaman, setelah mengamati sikap yang ditunjukkan auditor selama melakukan pemeriksaan, kecenderung auditee akan menilai tim audit tersebut berkualitas dan menimbulkan kepuasan auditee (Tubb, 1992; Zawitri, 2009). Penelitian yang dilakukan Nataline (2007) pada auditor kantor Akuntan Publik di Semarang, menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan pengalaman kerja terhadap kualitas audit. Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukriah, dkk (2009); Mabruri dan Winarna, (2010); Prasetyo (2016) yang berhasil membuktikan bahwa bahwa pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan karena lama bekerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas –
tugas suatu pekerjaan dan telah dilaksanakannya dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman kerja seorang auditor maka semakin meningkat kualitas auditnya.

c. Independensi
Mulyadi (2002:26) mendefinisikan independensi sebagai sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Auditor yang independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun (Pusdiklatwas BPKP, 2008). Hasil penelitian Lubis (2009) pada Auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara secara empiris membuktikan bahwa independensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian dan Wirasuasti (2014) yang menyatakan bahwa independensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Suatu proses audit tidak dibenarkan memihak kepada siapapun, karena apabila seorang auditor kehilangan sikap independensinya walaupun memiliki kompetensi yang tinggi, maka auditor tersebut tidak akan bisa untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Kerjasama dengan klien yang terlalu lama bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Selain itu juga berbagai fasilitas yang disediakan oleh kliennya selama penugasan audit untuk auditor. Sehingga auditor akan berada pada posisi yang dilematis karena mungkin akan mudah dikendalikan oleh auditan. Sehingga untuk menjaga tingkat independensi sangatlah tidak mudah agar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya. Independensi mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas audit ini berarti bahwa semakin auditor mampu menjaga independensinya dalam menjalankan penugasan profesionalnya maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin baik.

d. Obyektifitas
Pusdiklatwas BPKP (2008) menyatakan bahwa prinsip obyektifitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain, sehingga dapat mengemukaan pendapat menurut apa adanya. Penelitian Ayuningtias dan Pamudji (2012) pada auditor yang bekerja di Inspektorat Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kota Pekalongan dan Kabupaten Salatiga menunjukkan bahwa obyektifitas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian ini didukung oleh penelitian Sukriah, dkk.,(2009); Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat obyektifitas auditor maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya.

e. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan professional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil (Mulyadi, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Mabruri dan Winarna, (2010) pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja pada Inspektorat tingkat kota/kabupaten atau Bawasda di Surakarta, Karanganyar, Sukoharjo, dan Wonogiri berhasil membuktikan bahwa berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas dan Pamudji, (2012); Oklivia dan Marlinah, (2014); Musdar, (2014); Prasetyo, (2016); dan Badjuri, (2012) yang menyatakan bahwa Integritas merupakan perwujudan dari kejujuran auditor dalam melakukan penugasan secara profesional, dengan kejujuran dalam mengungkapkan temuan audit maka kualitas hasil pemeriksaan akan terjaga.Dengan integritas yang tinggi, maka auditor dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaannya (Pusdiklatwas BPKP, 2008)

f. Motivasi
Penelitian yang dilakukan oleh Efendy (2010) pada aparat Inspektorat Kota Gorontalo, menyatakan bahwa motivasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Demikian pula dengan penelitian Suli, (2009) dan Wirasuasti (2014) turut mendukung hasil penelitian ini. Goleman (2001) dalam Efendy (2010) menyatakan bahwa hanya motivasi yang akan membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Respon atau tindak lanjut yang tidak tepat terhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat menurunkan motivasi aparat untuk menjaga kualitas audit. Wirasuasti (2014), menyatakan bahwa seorang auditor yang melakukan audit dengan baik maka akan mendapatkan pengakuan yang baik juga dari lingkungannya. Begitupun juga dengan suatu badan/organisasi independen yang bertugas melakukan pemeriksaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan keuntungan daerah yang dalam hal ini adalah inspektorat. Apabila aparat pemeriksa yang berada di dalamnya mempunyai motivasi yang tinggi terhadap pengawasan pengelolaan keuangan daerah, maka pemeriksa yang berada pada inspektorat maupun inspektorat itu sendiri akan mendapatkan pengakuan yang baik dan kepercayaan yang tinggi terhadap badan/organisasi tersebut dari stakeholder. Dalam modul Pusdiklatwas BPKP (2007) tentang kepemimpinan seorang ketua tim harus mampu memotivasi anggotanya, sehingga Tim dapat dikembangkan jika para anggota di dalam tim 129 (termasuk ketuanya) merasa puas bekerja dan ada motivasi untuk melaksanakan tugastugasnya. Selanjutnya dalam modul Pusdiklatwas BPKP (2008) tentang Supervisi audit, menyatakan bahwa dalam suatu tim yang melaksanakan audit perlu tercipta suasana yang memberikan motivasi kerja, hal ini merupakan salah satu tugas pokok dari supervisor atau pengendali teknis. Sehingga adanya supervisi yang baik dari ketua tim terhadap anggota tim serta supervisi dari pengendali teknis kepada tim audit maka akan menambah semangat dari auditor/aparat untuk meningkatkan kualitas auditnya.

4. Sebagai auditor cara-cara apa saja yang dapat kita lakukan untuk dapat memahami bisnis klien/auditee?
Jawab :
1.      MEMAHAMI BISNIS DAN INDUSTRI KLIEN
Sebelum auditor melakukan verifikasi dan analisis transaksi atau akun-akun tertentu, ia perlu mengenal lebih baik industri tempat klien berusaha seerta kekhususan bisnis klien. Pemahaman atas bisnis klien memberikan panduan tentang sumber informasi bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien :
a.       Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industri
b.      Dikusi dengan orang dalam entitas
c.       Diskusi dengan personel dari fungsi audit interndan reviw terhadap laporan auditor intern.
d.   Diskusi dengan auditor lain dan dengan penaihat hukum atau penasihat lain yang telah memberikan jasa kepada entitas atau dalam industry
e.       Diskusi dengan orang yang berpengetahuan diluar entitas
f.       Publikasi yang berkaitan dengan indutri
g.      Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap entitas
h.      Dokumen yang dihasilkan oleh entitas

2.      MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIK
a.       Konsep prosedur analitik
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang dicatat atau rasio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor.
b.       Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan analitik
Tujuan prosedurnanalitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang akan  digunakan untuk memperoleh bukti tentang saldo akun atau jenis transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik dalam perencanaan audit harus ditujukan untuk:
1)      Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir,dan
2)      Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit
Prosedur analitik dapat mengungkapkan:
1)      Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa
2)      Perubahan akuntansi
3)      Perubahan usaha
4)      Fluktuasi acak
5)      Salah saji

c.       Tahap-tahap prosedur analitik
1)      Mengidentifikasi perhitungan / perbandingan yang harus dibuat
2)      Mengembangkan harapan
3)      Melaksanakan perhitungan/perbandingan
4)      Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
5)      Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan tersebut
6)      Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadapperencanaan audit
d.      Mengidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus dibuat
e.       Mengembangkan harapan
f.       Menganaliis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
g.      Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan mengevaluasi perbedaan signifikan
h.      Menentukan dampak hasil prosedur analitik tahap perencanaan audit

3.      MEMPERTIMBANGKAN TINGKAT MATERIALITAS AWAL
Pada tahap perencanaan audit, auditor perlu mempertimbangkan materialitas awal pada tingkat berikut ini
a.       Tingkat laporan keuangan
b.      Tingkat saldo akun

4.      MEMPERTIMBANGKAN RISIKO BAWAAN
Dalam keseluruhan proses audit, auditor mempertimbangkan berbagai risiko, sesuai dengan tahap-tahap proses auditnya. Pada tahap perencanaan audit auditor harus mempertimbangkan risiko bawaan yaitu suatu risiko salah saji yang melekat dalam saldo akun atau aersi tentang saldo akun.

5.      MEMPERTIMBANGKAN BEBERAPA FACTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP ALDO AWAL, JIKA PERIKATAN DENGAN KLIEN BERUPA AUDIT TAHUN PERTAMA
Laporan keuangan tidak hanya menyajikan posisi keuangan dan hail usaha tahun berjalan, namun juga mencerminkan dampak:
a.       Transaksi yang dimasukkan dalam saldo yang dibawa ketahun berikutnya dari tahun-tahun sebelumnya
b.      Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam tahun-tahun berikutnya
Kedua hal tersebut diatas berdampak pada saldo awal,dalam suatu perikatan audit tahun pertama, sebelumnya auditor tidak memperoleh bukti audit yang mendukung saldio awaltersebut
Auditor harus memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk meyakini bahwa:
a.       Saldo awal tidak mengandung salah saji yang mempunyai dampak material terhafap laporan keuangan tahun berjalan
b.      saldo penutup tahun sebelunmya telah ditransfer dengan benar ketahun berjalan atau telah dinyatakan kembali
c.       kebijakanakuntansi yang semestinya telah diterapkan secara konsisten.
Sifat dan lingkup bukti audit yang harus diperoleh auditor berkenaan dengan saldo awal tergantung pada :
a.       kebijakan akuntansi yang dipakai oleh entitas yang bersangkutan
b.      apakah laporan keuangan entitas tahun sebelumnya telah diaudit, dan jika demikian apakah pendapat auditor atas laporan keuangan terebut berupa pendapat selain pendapat wajar tanpa pengecualian
c.       sifat akun dan risiko salah saji dalam laporan keuangan tahun berjalan

6.      MENGEMBANGKAN STRATEGI AUDIT AWALTERHADAP ASERSI SIGNIFIKAN
Ada dua strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:
a.       Primarily substantive approach
b.      Lower assessed level of  control risk approach

7.      MEMAHAMI PENGENDALIAN INTERN KLIEN
Salah satu tipe bukti yang di kumpulkan oleh auditor adalah pengandalian intern. Jika auditor yakin bahwa klien telah memiliki pengendalian inten yang baik, yang meliputi pengendalian terhadap penyediaan data yang dapat dipercaya dan penjagaan  kekayaan serta catatan akuntansi, jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan oleh auditor akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan jika keadaan pengendalian internnya jelek. Langkah pertama dalam memehami pengendalian intern klien adalah dengan mempelajari unsur-unsur pengendalian intern yang berlaku. Langkah berikutnya dengan adalah melakikan penilaian terhadap efektivitas pengendalian intern dengan menentukan kekeatan dan kelemahan pengendalian intern tersebut.
Jika auditor telah mengetahui bahwa pengendalian intern klien dibidang tertentu adalah kuat, maka ia akan mempercayai informasi keuangan yang dihasilkan. Oleh karena itu, ia akan mengurangi jumlah bukti yang dikumpulkan dalam audit yang berdsangkutan dengan bidang tersebut. Untung mendukung keyakinannya atas efektivitas pengendalian intern tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian (test of control).

5. Jelaskan secara ringkas prosedur penerimaan penugasan/perikatan audit?
Jawab :
a. Mengevaluasi integritas manajemen
Manajemen perusahaan yang baik membutuhkan pengintegritas yang handal dan wajib diketahui oleh auditor dan stakeholder dari perusahaan tersebut agar setiap sudut managing dalam perusahaan dapat terpenuhi dan terevaluasi dalam standar akuntansi AAOFI.
b. Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa
Seorang auditor harus mampu memprediksi setiap kemungkinan risiko yang terjadi dalam perusahaan, karena setiap perusahaan yang tinggi profitabilitasnya maka tinggi juga risk yang dihadapi mendatang.
c. Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit
Kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan seorang auditor dalam menganalisa tingkat profitabilitas ( keuntungan perkapita ) dan tingkat risk ( bad risk )  dalam perusahaan klien.
d. Menilai Independensi
Untuk menganalisa risk legacy auditor diharuskan observasi untuk mengetahui independensi lingkungan bisnis klien dan menetapkan/mengevaluasi risk management cycle dalam lingkungan bisnis tersebut.
e. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan kecermatan dan keseksamaan.
f. Membuat surat perikatan audit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar