Beberapa waktu lalu baru
saja diadakan acara diskusi yang diselenggarakan oleh Binus dan bekerja sama
dengan Duniaku, yang membahas tentang perkembangan industri game di Indonesia.
Mengambil tema 'Play in Global Market', acara yang dibuka untuk umum dan
diadakan di ruang Auditorium Binus Anggrek lt.4, berhasil menarik perhatian
peserta baik dari dalam kampus maupun luar.
Diskusi panel yang
diadakan hari jumat 4 Oktober 2013 kemarin, mengundang beberapa pembicara yang
berasal dari developer game indonesia yang berhasil menembus prestasi dunia.Para pembicara yang ikut berbagi pengalaman dalam acara diskusi tersebut diantaranya adalah:
·
Dien Wong (Altermyth)
·
Indra Gunawan (Artoncode)
·
Anton Soeharyo (Touchten)
·
Arief Widhiyasa (Agate Studio)
Dalam acara diskusi
panel tersebut, para pembicara banyak bercerita tentang bagaimana perkembangan
industri game di Indonesia yang sampai saat ini masih cukup kecil. Mr Dien Wong
yang merupakan senior Developer dari Altermyth membagikan pengalamannya ketika
beliau berkunjung ke acara bergensi game di Asia yaitu Tokyo Game Show. Mr Wong
mengatakan bahwa Tokyo Game Show 2013 kemarin, merupakan acara yang sangat
hebat ketimbang tahun lalu.
Jumlah pengunjung yang
kala itu bertambah drastis membuat acara semakin meriah. "Beberapa Booth
yang berasal dari Indonesia yang menempati acara TGS 2013 kemarin posisinya
sedikit terpencil dan kurang strategis ketimbang tahun lalu", kata Mr
Wong. Adapun pengalaman lain yang dibagikan oleh pembicara lain selama
TGS 2013 kemarin. Para Developer yang berasal dari Indonesia akrab dan
bercengkrama dengan asiknya. Tidak ada aroma persaingan yang membedakan dari
mana perusahaan dan prestasi mereka.
Altermyth, Artoncode, Touchten maupun Agate Studio sama-sama bangga membawa bendera Indonesia pada TGS 2013. Perkembangan industri game Indonesia saat ini memang sedang dipantau oleh beberapa publisher dari Jepang seperti Square Enix, Konami, Bandai, dll. Anton Soeharyo pembicara dari Touchten yang sudah sangat berpengalaman dalam bidang pengembangan game, bahkan beliau saat ini bekerja di Jepang dan menikah dengan orang Jepang karena karirnya dan prestasi beliau yang mengharuskanya tinggal di Jepang.
Dengan tidak malu bpk
Anton memperkenalkan budaya indonesia dengan para publisher Jepang. Menurutnya,
selama ini Industri game indonesia kalah dari Jepang dikarenakan oleh masalah
'culture'. Selain itu dukungan pemerintah akan perkembangan game di Indonesia
kurang dirasakan sehingga kadang masih tersandung masalah izin dan juga
finansial.
Lebih lanjut Arief Widhiyasa dari Agate Studio menambahkan bahwa
sewaktu mereka bekerja sama dengan Square Enix untuk mengembangkan game terbaru
mereka Sengokuixa, sang
publisher raksasa dari Jepang tersebut melihat pasaran game indonesia masih
sepi. "Industri game Indonesia itu bagaikan lautan biru yang
ditengah-tengah laut terdapat pusaran air. Maksudnya, peluang menciptakan dan
menjual game di Indonesia itu sangat luas bagaikan lautan biru. Tapi biarpun
luas, tidak mudah untuk memasuki pasar Indonesia", ucap Mr Wong.
Anton Soeharyo yang
sudah lama bekerja di Jepang mengatakan bahwa perkembangan game indonesia dan
Jepang itu berbeda 20 tahun. Ditambahkan oleh Arief Widhiyasa dari Agate
Studio ketika Square Enix berkunjung ke markas Agate, Mr Hayato Sawada
yang kala itu datang mewakili Square Enix mengatakan bahwa suasana kerja di
markas Agate adalah suasana 20 tahun lalu Square Enix memulai bisnisnya.
Pada penutupan, keempat
Developer senior ini berharap bahwa kedepannya lebih banyak Developer indonesia
yang diundang ke Tokyo Game Show. Lebih banyak lagi game yang bisa diperkenalkan
disana. Bukan cuma game melainkan budaya. Budaya indonesia yang sangat kaya
tentunya harus diperkenalkan. Optimis akan kemajuan game di Indonesia yang
terus maju menjadi modal utama para developer dalam memajukan usaha mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar