MAKALAH PANCASILA
“PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PROBLEM
BANGSA”
Disusun Oleh :
Tri
Wulaningsih [11523113]
Venni
Pramesti [11523057]
Wiwied Ika
Putri [11523030]
Zakiyuddin
Aslamsyah [11523040]
Kelompok
10
Jurusan / Kelas / Semester : Perbankan Syariah/ A/ I
Dosen Pengampu : Abriyandi, S.Pd, M.Si
Fakultas
Syariah dan Ekonomi Islam
Institut
Agama Islam Negeri
Pontianak
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan beragam
nikmat-Nya kepada kita semua sehingga Alhamdulillah saya diberikan kelancaran
dalam membuat makalah Pancasila yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI SOLUSI
PROBLEM BANGSA”. Salawat dan salam semoga selamanya tercurah dan terlimpah
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya serta seluruh umatnya
termasuk kita yang akan melanjutkan perjuangan dalam mencapai cita-cita dan
semua impian, semoga kita akan mendapatkan safa’atnya nanti diakhirat, amin.
Dalam tugas ini saya
uraikan berbagai hal terkait dengan berbagai masalah yang solusi berlandaskan
pancasila. Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
saya masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini di kemudian hari.
Semoga tugas ini memberikan manfaat yang besar bagi kita semua. Amin.
Pontianak, 5 November 2015
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pancasila yang lebih kita kenal sebagai
ideologi dan dasar negara. Dimana di dalam butir-butir Pancasila terdapat
nilai-nilai yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun,
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dinilai belum diimplementasikan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga di era reformasi ini masih
banyak rakyat Indonesia yang belum dapat
merasakan makna Pancasila yang sebenarnya, yaitu menjunjung tinggi rasa keadilan,
persatuan, kesatuan dan mensejahterakan rakyat.
Dewasa ini, banyak bermunculan masalah baru di Indonesia. Terkadang
masalah lama belum dapat dituntaskan sudah bermunculan masalah baru. Masalah
ini muncul bukan hanya kesalahan dari pemerintah namun pada dasarnya masalah
ini muncul karena kurang kesadaran dari masyarakat dan nilai-nilai butir
pancasila tidak diimplementasikan pada kehidupan sehari.
Dalam tulisan ini penulis akan membahas beberapa masalah yang
sedang hangatnya terjadi di Indonesia, antara lain masalah korupsi, kemiskinan,
kerusakan lingkungan dan dekadensi moral. Seperti yang kita ketahui, Pancasila
merupakan dasar hukum dan dasar etika di Indonesia. Oleh karena itu dari
berbagai masalah yang muncul, solusi nya pasti merujuk pada Pancasila.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas, dapat dirumuskan bahwa :
1.
Apa yang menjadi dasar masalah bangsa indonesia?
2.
Bagaimana Pancasila bisa menjadi solusi problem Bangsa?
C. TUJUAN
PENULISAN
1.
Agar kita mengetahui dasar masalah bangsa Indonesia.
2.
Agar kita mengetahui bagaimana Pancasila bisa menjadi solusi
problem Bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MASALAH INDONESIA
Seperti yang
kita ketahui di Indonesia erat dengan kasus korupsi, kerusakan lingkungan dan
dekadensi moral. Korupsi sendiri berarti setiap orang yang dengan sengaja
secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian
keuangan negara atau perekonomian negara. Contoh kasus korupsi yang dilansir di
website www.berita.suaramerdeka.com, “Pengusaha asal
Karangmojo Gunungkidul, Mardi Mulyo divonis satu tahun pernjara dan denda Rp 50
juta subsider satu bulan kurungan. Direktur PT Kurnia Jaya Mardi Mulyo (KJMM)
itu dinyatakan terbukti melakukan korupsi sewa-menyewa bantuan ekskavator di
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul. Akibat tindakannya, sesuai
hasil audit BPKP, negara dirugikan sebesar Rp 74,1 juta.“Majelis menyatakan
terdakwa terbukti melanggar pasal 3, pasal 18 UU No 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” kata Humas PN
Yogyakarta, Ikhwan Hendrato, Minggu (29/11). Ikhwan
yang juga ditunjuk menjadi ketua majelis hakim dalam penanganan perkara ini
mengungkapkan, perbuatan terdakwa tidak dilakukan seorang diri. Namun bersama
mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul, Bambang
Sudaryanto yang sebelumnya telah divonis 1 tahun 2 bulan penjara. Kasus
ini bermula dari pengadaan satu unit ekskavator dari Dirjen Budidaya Kementerian
Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012. Alat ini diperuntukkan pengembangan
perikanan dan minapolitan kelompok pembudidaya ikan di Gunungkidul. Alat
berat itu bukannya dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok pembudidaya ikan,
namun justru disewakan. Dalam perjanjian yang ditandatangani Bambang dan
terdakwa Mardi Mulyo disebutkan bahwa biaya sewa alat Rp 600 ribu per hari.
Ekskavator itu disewakan selama periode delapan bulan sehingga totalnya
mencapai Rp 102 juta.Atas putusan itu, penasihat hukum terdakwa, Teguh Sri
Rahardjo menyatakan masih pikir-pikir. “Kami menyayangkan majelis yang tidak
mempertimbangkan materi pledoi bahwa persewaan ekskavator itu diperbolehkan.
Itu sesuai surat dari Dirjen,” kata Teguh.Pihaknya juga menilai perkara ini
lebih mengarah ke tindak perdata karena ada perjanjian sewa-menyewa. Selain
itu, kliennya telah membayar uang rental sesuai perjanjian.”
Kasus
selanjutnya adalah kasus kerusakan lingkungan yang belum lama terjadi di
Kalimantan Barat, kebakaran hutan di wilayah Kalimantan menyebabkan kabut asap
menyebar tidak hanya di Kalimantan. Hal ini menyebabkan kabut asap sudah masuk
kategori darurat. Kabut asap
menimbulkan dampak negatif diantara lain, yaitu gangguan kesehatan,
terganggunya jadwal penerbangan dan kerusakan lingkungan.
B.
PANCASILA SEBAGAI SOLUSI
Begitu banyak
masalah menimpa bangsa ini seperti yang telah diuraikan di atas. Korupsi,
kerusakan lingkunan sebenarnya berhulu pada dekadensi moral. Dekadensi moral
sendiri berarti krisi moral. Tragisnya, sumber masalah justru berasal dari
badan-badan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif, badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap
hari kita disuguhi berita-berita miring yang dilakukan oleh orang-orang yang
dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini. Sebagaimana telah
dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis.
Jika krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula
krisis dapat diatasi.
Indikator kemajuan bangsa tidak
cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan
alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang
teguh moralitas. Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan
suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu,
moralitas sosial dan moralitas mondial. Moralitas individu lebih merupakan
kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri
manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang yang
memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan perilaku
seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka
menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas
ini muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi moral
yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang memiliki moralitas individu kuat
akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak
perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas
mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang berlaku di manapun dan
kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan
sebagainya. Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam
melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi
moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi
dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya
ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya, namun tidak
toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral
sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari
moralitas individu, namun sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat
orang lain sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang
sama. Moralitas individu dan sosial
memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi.
Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula
sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup di
lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi amoral.
Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika
lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang
bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang
moralitas individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan
mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik
akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk
tersebut. Moralitas dapat dianalogikan
dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu mengarahkan ke mana kereta akan
berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke mana tujuan hendak
dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan dituju, sehingga
pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya
hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang
lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu
pengabdian pada Tuhan. Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari
para pendahulu kita yang berjuang demi meraih kemerdekaan. Moralitas individu
dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi moralitas mondial telah membuahkan
hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan
buah perjuangannya sendiri.
Dasar moral yang melandasi
perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya. Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah
hak segala bangsa, oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Alinea ini
menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas
kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendiri
merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu perikemanusiaan dan
perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki
manusia. Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945 tampak jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut
kemerdekaan dan bagaimana mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus
merebut kemerdekaan karena penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan
keadilan (alinea I). Secara eksplisit founding fathers menyatakan bahwa
kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa
(alinea III). Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang
saling berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan diperlukan
dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan. Moralitas, saat ini menjadi barang yang
sangat mahal karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang
moralitas tersebut. Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena
banyak orang menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan
antara alinea I, II, III dengan alinea IV. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi
dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan
kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada
sesama.
Lalu bagaimana membangun kesadaran
moral anti korupsi berdasarkan Pancasila? Korupsi secara harafiah diartikan
sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi,
2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan
ekskalasi yang begitu tinggi. Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus
diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya
menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal. Pendekatan eksternal
yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan
‘memaksa’ orang untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnya
hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari
aspek peraturan maupun aparat penegak hukum, akan meminimalisir terjadinya
korupsi. Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti
korupsi juga menjadikan seseorang enggan untuk melakukan korupsi. Adapun
kekuatan internal adalah kekuatan yang muncul dari dalam diri individu dan
mendapat penguatan melalui pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan yang kuat
terutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwa anti korupsi,
diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun non-formal di luar
sekolah.
Membangun
kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah membangun mentalitas
melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri masyarakat. Di
perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan
kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.
Nilai-nilai
Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan,
tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan
melakukan korupsi. Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan
ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan kejahatan. Kebahagiaan material
dianggap segala-galanya dibanding kebahagiaan spiritual yang lebih agung,
mendalam dan jangka panjang. Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan
secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan.
Kesadaran
manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan menempatkan manusia
pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki
eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah, penghambaan
terhadap harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah penghambaan
terhadap manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan pada Tuhan. Manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak akan merendahkan
dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan.
Buah dari pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk
diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan
moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan
dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan
korupsi.
Penanaman nilai
sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan
media. Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan
kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non- formal di
masyarakat. Peran media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan
daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat. Media harus memiliki visi dan
misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju namun tetap
berkepribadian Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada
kondisi saat ini banyak persoalan-persoalan bangsa yang tidak kunjung selesai,
ini merupakan wujud lunturnya nilai-nilai pancasila dari jiwa bangsa Indonesia.
Sebenarnya semua persoalan itu dapat terselesaikan dengan membentuk karakter
sebagai identitas sebuah bangsa. Sebuah karakter yang dapat membuat bangsa ini
lebih baik dan memiliki pendirian yang teguh.
Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin
langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut. Namun dapat
juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang menggadaikan moralitas
hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan antara alinea I, II, III
dengan alinea IV. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan
negara ini telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme
telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.
Kasus korupsi yang terjadi di
Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi. Oleh karenanya,
penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang
dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal.
Contoh dari Pendekatan eksternal adalah dengan penegakan hukum yang kuat, baik
dari aspek peraturan maupun aparat penegak hukum, akan meminimalisir terjadinya
korupsi. juga terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga
menjadikan seseorang enggan untuk melakukan korupsi. Sedangkan contoh
internalnya adalah pentingnya untuk menanamkan jiwa anti korupsi, dengan
pendidikan formal di sekolah maupun non-formal di luar sekolah.
Perbuatan korupsi terjadi karena
hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan
kejahatan. Penanaman nilai paling efektif adalah melalui pendidikan dan media.
Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian
didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non- formal di masyarakat. Peran
media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang
sangat kuat bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar